Senin, 04 Juli 2016

Don’t have to be Perfect, quite simple but full of meaning

Ahh, sudah lama tak bersua tuk sekedar merangkai huruf-huruf ini menjadi tulisan seadanya..
Begitulah,, dulunya aku selalu membuat rencana bahwa aku akan menulis minimal satu jam dalam sehari agar memiliki habits menulis.
Motivasinya karena katanya orang-orang hebat adalah mereka yang meninggalkan buah pikiran berupa tulisan yang akan diwariskan pada generasi selanjutnya..
Meski mereka sudah tiada, tapi tulisannya hidup sepanjang masa,, indahnya…

Tapi, apalah daya?
Rencana tinggallah rencana, tulisan pun tak lagi tersusun oleh jemari penuh makna.
Hanya bertahan seminggu saja, paling lama…
Apakah hanya itu saja? Ternyata lebih dari itu,

Lingkungan yang penuh tekanan sejak buaian membuatku selalu merasa ingin terbang bebas dan mengkhayalkan banyak hal besar yang ku inginkan, hingga sampai saat ini khayalan2 itu berevolusi menjadi impian-impian besar yang ingin ku wujudkan.
Sejak saat itu pula, seolah akulah pemimpi paling handal, perencana paling aktual.
Tapi,, setelah satu persatu ku jalani rencana-rencana itu, aku seolah menjadi pecundang yang bebal.
Dari sekian hebatnya rencana dan mimpi yang ku tuliskan, tak pernah ku tuai hasilnya.
Seolah memanen kegagalan disetiap hektar ladang impian.
Itu hal lain daripada sebuah impian menerbitkan banyak tulisan.

Berkali-kali aku berpikir, apa sebenarnya yang membuatku selalu gagal?
Mungkin karena aku butuh seorang yang membimbingku?
Atau karena lingkungan yang tak mendukung?
Bisa jadi karena aku terlalu malas dan tak konsisten?
Parahnya, aku pernah berpikir.. Apakah aku bukan tipe Actioner?
Wkwk

Sampai-sampai, aku bosan dengan “usaha-usaha” yang kulakukan.
(tanda kutip karena tak jelas usahanya apa?)
Bahkan, itulah yang selalu menjadi masalah terbesarku, juga alasan paling klasikal untuk berubah menjadi lebih baik.
Namun, segala puji bagi Allah yang masih menghendaki “motivasi” yang kuat untuk selalu mencari tau dan mencoba untuk berubah. (Ampuni yaa Allah, masih gini2 aja)
Hingga sampai saat ini, aku kembali berpikir (setelah berulang kali membuat kesimpulan) mungkin –dalam arti yang kuat– aku memang malas, tak konsiten, dan terlalu “perfectionist” dalam membuat rencana..

Rencana itu memanglah penting, ia akan menilai seberapa kuat pemahaman dan persiapan kita dalam mewujudkan segala sesuatu.
Namun, terlalu sibuk berencana akan membuat kita LUPA dengan impian yang sebenarnya.
Sibuk berencana tanpa melakukan apa2 hanya akan membuat kita semakin hebat dalam desain impian yang mungkin tak terpikirkan oleh banyak orang, namun bermalas-malasan untuk merealisasikannya.
Salah satu anugerah sekaligus ujian yang Allah berikan adalah aku seorang perencana yang baik dan terperinci, hingga segala sesuatu yang aku harapkan haruslah SEMPURNA.
Hingga aku terlalu sibuk merincikan rencana dan lupa merealisasikannya.


Kemudian aku belajar dari orang-orang yang memiliki impian yang besar, namun sedikit demi sedikit aku melihat usaha real mereka dalam mewujudkan impiannya..
Kecil memang, tapi jika ditelateni.. siapa sangka mereka kan menjadi besar dengan impian mereka nantinya?
Aku pun mulai bermuhasabah dan intropeksi diri, mungkin itulah yang belum ku lakukan.
Dan mungkin selama ini aku hanyalah seorang NATO (No Action Talk Only)

Akhirnya, kesimpulan sementara dari perjuangan memperbaiki diri ini adalah lakukan saja hal-hal sederhana namun penuh makna dengan keistiqomahan menjalankannya.
Silahkan saja berencana, tapi buatlah rencana yang relevan dan mungkin untuk kita jangkau dalam waktu dekat, bukan perencanaan sempurna yang mengawang kemana-mana.
Untuk itu, lakukan saja hal-hal sederhana yang mampu menuntun kita untuk mencapai impian-impian yang telah dituliskan, selagi sempat hidup, selagi masih memiliki waktu luang.

Sekian.